Sabtu, 12 Maret 2016

kesedihan Keluarga Setelah Perceraian

sumber ini penulis kutip dari sebuah buku yang akan penulis sebutkan di ujung tulisan.
oke lanjut baca.
perceraian mungkin memang jalan terakhir bagi sebagian orang, namun perlu pertimbangan yang melibatkan banyak hal, entah itu perasaan, ekonomi, anak , dan termasuk keluarga. disini penulis mencoba memaparkan kesedihan sebuah keluarga jika mengalami perceraian, yaitu

  1. kesedihan suami yang mentalak atau istri yang ditalak.
saat talak telah dijatuhkan atau sudah ditetapkan sepasang suami istri berpisah, sesungguhnya masing - masing perasaan dari kedua belah pihak sangat amat terganggu, mengalami kegamangan, bingung dan kebekuan. keduanya tidak percaya bahwa hal tersebut (talak telah terjadi). fase ini dinamakan fase "benturan". setelah 2 atau 3 minggu seseorang mulai memasuki fase lain, yaitu kesedihan. Dan dalam kondisi seperti ini lebih mirip stress atau merasakan banyaknya tekanan. seseorang merasa frustasi, merasa gagal, merasa telah berdosa, ia merasa bahwa sifat sosialnya telah berubah. sebelumnya orang - l=orang melihat dia sebagai orang yang sudah menikah, mempunyai suami atau istri, sedangkan setelah bercerai orang memandang dengan pandangan yang baru, dan selanjutnya mereka harus berinteraksi dengan cara yanga baru pula. dengan demikian proses interaksi menjadi berubah dan itu merupakan perubahan yang hakiki yang dialami masing - masing keduanya. dalam hal interaksi manusia dan sikap mereka terhadap dirinya.
Bentuk dan aturan hidup juga berubah dan otomatis beberapa kebiasaan juga ikut berubah walaupun tanpa disadari. Baik itu perubahan ke arah positif atu malah negatif. 
terkadang di sebagian masyarakat, terutama di pedesaan yang masih kental menjunjung tingga adat lokal, orang yang mengalami kasus perceraian mengalami sikap yang negatif. Pandangan yang zhalim dan perlakuan yang tidak baik dari manusia, terlebih bagi perempuan yang ditalak. mungkin hal tersebut yang menjadikan perempuan dalam kondisi masyarakat demikian yang memilih enggan bercerai meskipun ia sangat menderita dengan pernikahannya. 

2. Kesedihan Anak - anak
jika suami istri menderita secara psikologis setelah perceraian, padahal mereka adalah orang dewasa yang sudah matang, lalu bagaimana dengan keadaan anak - anak yang menyaksikan perselisihan dan pertengkaran keduanya selama bertahun - tahun misalnya dan berakhir dengan perceraian. 
Sesungguhnya keadaan anak - anak lah yang paling menderita dalam situasi seperti ini (perceraian), bahkan kesedihan mereka berlipat ganda melebihi kesedihan ayah dan ibunya. kesedihan mereka bisa melahirkan kehancuran diri, , merasa ada yang hilang dalam hidup mereka, merasa ada yang berubah, atau bahkan merasa berbeda dari teman - teman sekelilingnya dan memilih enggan bergaul. 
Oleh karena itu, anak lebih menderita dari ibu bapak mereka akibat perceraian dan hancurnya sebuah mahligai rumah tangga. 
Pengaruh perceraian yang dialami anak bisa disimpulkan sebagai berikut : 
  1. anak akan kehilangan kepercayaan diri. 
  2. secara sosial mereka menderita, mereka merasa berbeda dengan anak - anak kebanyakan. Rasulullah SAW telah mengisyaratkan kestabilan keluarga yang dibutuhkan anak - anak dengan sabdanya : "sebaik - baik manusia orang mukmin diantara dua orang yang mulia", maksudnya diantara kedua orang tua yang mukmin dan dermawan. (Al - Mu'jam Al - Awshat, juz 3, hal 257
Untuk mengetahui masalah ini, kedua orang tua harus menyingkirkan perasaan pribadi keduanya dan melakukan beberapa tindakan untuk menjaga kestabilan jiwa anak, tindakan tersebut antara lain : 
  1. terus semangat untuk menjaga kestabilan, baik secara moril maupun materil sebisa mungkin dengan tingkat yang sama seperti sebelum terjadi perceraian dan diutamakan di tempat yang sama. 
  2. menjaga anak - anak dari segi sosial. caranya bapak dan ibu yang sudah bercerai tetap berada disamping mereka. 
  3. anak - anak tetap diajarkan untuk menghormati kedua orang tuanya dan jangan sampai kedua orang tua saling menjelekkan satu sama lain di hadapan mereka. 
  4. memberikan keyakinan kepada anak - anak dengancara bertahap sesuai usia dan kemampuan berfikir mereka, bahwa perselisihan kedua orang tua dan perpisahan keduanya bukan berarti hancurnya bangunan perkawinan dan hilangnya rasa cinta diantara anggotanya.
  5. tetap antusias mempertahankan kekuasaan kedua orang tua, karena kekuasaan keduanya adalah kekuasaan yang mampu mengarahkan, meluruskan, mengajari, mendidik, dan memberikan reward and punishment. 
  6. kedua orang tua harus sama - sama mengahadapi berbagai penyimpangan, pembangkangan atau usaha yang mungkin dialami oleh salah satu anak untuk memanfaatkan keadaan yang baru setelah terajdinya perceraian, misalnya tindakan merampas anak yang dilakukan oleh salah satu orang tua demi untuk memperoleh keuntungan pribadi. perilaku seperti ini didapati pada sebagai anak - anak pasca perceraian.
Apa yang dijelaskan tadi adalah sebagai dari hal - hal yang harus dijaga, khususnya yang terkait dengan anak - anak. tetapi sebagaian orang dari masyarakat menganggap remeh hal penting yang bisa saja dialami seorang nak pasca perceraian, khususnya mereka yang menganggap bahwa keadaan anak - anak lebih baik setelah perceraian kedua orang tuanya dibanding di bawah naungan kehidupan keluarga yang gagal. 
Terkadang hal ini bisa jadi benar, tetapi kebanyakan tidak benar, karena tidak ada yang bisa menggantikan kehidupan keluarga paripurna pada diri anak - anak. keluarga paripurna adalah satu - satunya kasih sayang, sikap santun, manusiawi dan kelembutan bagi anak - anak. 

Nah, itulah sekilas penjelasan tentang Kesedihan Keluarga Setelah Pereceraian. mudah - mudahan kita menjauhi perceraian, meskipun hal tersebut dibolehkan namun tetap dibenci oleh Allah SWT. 


Sumber : DR. Qarquti.Hanan, 2006, Kisah Sang Wanita, Jakarta Timur, PT Mirqat Tebar Imu (MTI). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar